Jumat, 31 Mei 2013

Ragam Bahasa di Facebook


Menilik ragam bahasa di facebook membutuhkan suatu ketelitian. Karena ragam bahasa di facebook adalah ragam tulis yang kompleks. Akan tetapi itu bukan suatu kendala justru suatu wahana eksklusif untuk menelaah aspek kebahasaan dari media komunikasi elektronik.
Ragam bahasa diklasifikasikan ke dalam dua bagian yaitu ragam bahasa menurut jenis pemakainya dan ragam bahasa menurut golongan penuturnya. Ragam bahasa menurut jenis pemakainya lazim kita kenal dengan logat/dialek masyarakat yang mendiami suatu daerah semisal batak, jawa, sunda, bugis, betawi, dan lainnya. Sementara Ragam bahasa menurut golongan penutur bahasa terbagi lagi menjadi tiga bagian diantaranya, 1. Ragam bahasa menurut pendidikan formal; 2. Ragam bahasa menurut sikap penutur; dan 3. Ragam bahasa menurut sarananya atau lazim dibagi atas ragam lisan dan ragam tulisan. (Dalam “Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia edisi ketiga” 2008: 3, karangan Hasan Alwi, dkk).
Baik ragam bahasa menurut jenis pemakainya atau ragam bahasa menurt golongan penuturnya di facebook semuanya tersedia. Bahkan bahasa gaul pun berseliweran layaknya kendaraan bermotor di jalanan. Ragam bahasa itu ‘hidup’ saling ketergantungan satu sama lain. Dan kita tidak sadar bahwasanya ragam bahasa tulis di facebook itu menyajikan kekayaan bahasa yang kita miliki.
Hal ini dapat kita ketahui dari status yang di tulis facebooker yang hampir 80% dalam pengamatan saya menggunakan bahasa Indonesia dan sisanya menggunakan bahasa daerah atau bahasa Ibu. Jadi dalam hal ini kita tidak akan tahu kalau ternyata teman kita di facebook itu tinggal di Kalimantan, Aceh, Toraja, Papua, Bandung, Medan, dan lainnya, yang kesemuanya itu menggunakan bahasa Ibu sebagai alat komunikasi dalam kehidupan sehar-hari.
Lalu apakah ada yang unik dari ragam bahasa di facebook ini? Pastinya Ada, keunikan ragam bahasa ini kita tilik dari laman obrolan dan status yang ditulis oleh facebooker. Mengapa di laman obrolan? karena di laman obrolan ini facebooker tidak akan sadar bahwa komunikasi yang dilakukannya adalah komunikasi dalam ragam bahasa tulis. Sangkaan mereka, mereka sedang berbicara saja layaknya komunikasi dua arah yang saling berhadapan, sehingga tidak disadari pula dialek bahasa ibu keluar dalam bentuk ragam bahasa tulis. Misalnya, ketika saya ngobrol dengan sahabat dari Kalimantan. Dalam obrolan itu dia bertanya, “Ado apo Kang?” pertanyaan dia (sahabat saya) dengan kalimat seperti itu jelas kita bisa menebaknya kalau itu bukan ragam bahasa lisan bahasa Indonesia melainkan ragam bahasa lisan dengan sentuhan dialek melayu.
Nah, ketika sahabat saya bertanya demikian, ia hanya menyadari bahwa dia sedang berbicara face to face padahal dia lupa kalau sebenarnya dia sedang berkomunikasi dengan media ragam bahasa tulis. Contah lainnya, saya bertanya dalam bahasa Jawa pada sahabat saya yang asli suku jawa itu, padahal saya asli sunda. “Piye kabare Mas?” Tanya saya dan ia menjawab dengan jawaban yang mengagetkan “Alhamdulillah sae, samulihna?” atau ketika saya ditanya oleh sahabat yang tinggal di Maluku, “Kang, nuju naon? Kumaha kabarna salira, sae?”
Untuk contoh kedua ini tampak komunikasi yang sering dilakukan di facebook ternyata membuat orang terlatih untuk menguasai bahasa daerah lain, walaupun hanya sebatas bertanya kabar. Saya kemudian menyimpulkan bahwa ragam bahasa lisan mengalir dengan sendiri dalam ragam bahasa tulis di laman obrolan dalam facebook. Pengecualiannya hanya pada tidak adanya tatap muka sehingga logat penutur satu sama lain tidak terdengar. Tapi, dari rangkaian kalimat yang saya contohkan tadi seolah-olah satu sama lain penutur dan penerima berbahasa lisan dengan bantuan bantuan media fb itu tentunya.
Lalu bagaimana dengan ragam bahasa dalam tulisan status? Nah, untuk yang satu ini komunikasi yang terjalin hanya satu arah. Dalam artian tidak adanya komunikasi secara intens karena tulisan status terkadang dikomentari terkadang tidak. Terkadang komentar itu nyambung dengan tulisan status terkadang pula ngelantur. Yang pasti arah komunikasinya lebih cenderung ke karakteristik si penutur itu sendiri dalam menyampaikan perasaan, pesan atau topic tertentu. Semisal, “:: Huffft, gug ngerti ngaret sangat bis teh.”, “Hai dodol brengsek! Di blkang Gue ternyt lU bermain api.”, atau “Lieur”, dan sebagainya. Yang lebih menggambarkan suasana hati si penulisnya.
Dalam tulisan di status juga terjadi orientasi penulisan status yang disampaikan dalam media simbolis atau penyingkatan kata dan penulisan lambang angka yang diubah menjadi huruf. Semisal “468659khjhnie670593jkh57578mfkuuy-“ yang menurut si penulisnya ketika saya wawancara bahwa itu melambangkan pusing, bingung, sebel, tak menentu, dan sebagai dan sebagainya, sangat unik tapi rumit. Tapi ya, itulah ragam bahasa tulis di facebook. Sementara untuk penyingkatan kata sama halnya ketika di sms karena facebook sendiri dapat di unduh dari seluler.
Namun, di sisi lain banyak pula tulisan status yang sesuai dengan kaidah penulisan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Tulisan ini lahir dari orang-orang tertentu maksudnya yang paham apa itu bahasa tulis, selain pula orang itu tidak mau ribet dalam memandang bentuk tulisan.
Selain aspek tulisan tadi, motif menulis status itu juga beragam. Ada yang sekedar iseng, ada yang sekedar berbagi pengalaman, ada yang menggunakannya untuk media diskusi dan belajar, ada yang menyalurkan ekspresinya dan ada pula yang hanya sekedar melepas jenuh dengan mengatakan hal-ha yang menurutnya nikmat. Namun dari motifasi itu ternyata lahir keberagaman bahasa yang bisa dijadikan sebagai media pembelajaran.
Mengenai aspek pembelajaran ini, perlu diketahui untuk facebooker yang duduk di bangku sekolah apabila tidak ada control dari guru bahasa Indonesia menyoal tulisan status mereka maka seolah-olah bahasa Indonesia (ragam tulis) hanya dianggap sesuatu yang sifatnya main-main. Dan bila hal ini dibiarkan serta tidak diarahkan maka itu sama juga dengan mendukung pembentukan karekter si anak dan tentunya mengancam eksistensi bahasa Indonesia itu sendiri. Jadi guru bahasa Indonesia saya rasa perlu juga menguasai teknologi jangan sampai diakalin oleh muridnya sendiri dalam hal ini.
Terlepas dari itu semua, facebook adalah media alternative untuk belajar segala hal termasuk bahasa, disamping juga media komunikasi yang sangat efektif untuk berbagai kalangan. Tapi saya selaku masyarakat yang khawatir akan eksistensi bahasa Indonesia ingin mengajak pembaca sekalian (pendidik, pemerhati bahasa, mahasiswa, orang tua, dll) untuk menjadikan facebook ini sebagai sekolah yang mengajarkan pembinaan bahasa Indonesia, tidak hanya mengumbar tulisan yang berisi luapan perasaan “negative” semata.
***


*) Pa Kin  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar