Jumat, 31 Mei 2013

Lebih Dekat Bersama "Pandawa 5" Kampus


Bermula dari asah otak di kelas , lahirlah beberapa kaum intelektual yang ingin merubah pola fikir mereka dengan asupan-asupan ide revolusi untuk mengubah ataupun mengguncang dunia pendidikan di kampus, itulah Irfan , Ginanjar, Rina, Bunawan, dan Andi yang bersatu dalam komunitas PANDAWA 5, sebenarnya secara historis PANDAWA 5 itu adalah nama satuan di cerita pewayangan yang terdiri dari Yudistira, Arjuna, Bima, Nakula, dan Sadewa semua pahlawan-pahlawan pewayangan itu semuanya laki-laki, berbeda dengan PANDAWA 5 yang satu ini, di komunitas ini beranggotakan 4 laki-laki dan 1 perempuan, meskipun sangat berbeda sekali dengan PANDAWA 5 yang sebenarnya tetapi mereka sama dalam pewatakannya dalam tingkah laku sehari-hari.



Ke 5 orang ini adalah Mahasiswa Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Galuh Ciamis, banyak orang yang bertanya apa maksud dan tujuan dibentuknya komunitas ini, dujawab dengan enteng sekali bahwasanya komunitas ini dibentuk dgn bertujuan utk mengeratkan tali kekeluargaan mskipun dari beberapa wilayah. Sebut saja Bunawan (Si Serdadu), dia berasal dari  Cilacap-Jawa tengah yang sehari-hari tinggal di Barak Menwa Universitas Galuh, di aktif di UKM Resimen Mahasiswa . berbeda dengan Irfan (bisa juga dibilang Si ‘Jambore) karena senangnya berpetualang dimanapun ia mau, dia berasal dari Desa Pamalayan Kec. Cijeungjing Kab. Ciamis, favorit dia ialah bergulat di Dunia Kepramukaan, selanjutnya ada Rina(Ratu Adil), Giananjar (Si Sudra), dan Andi (Si Walls) tiga orang tersebut adalah Putra –putri emas dari Langkap Lancar, yang pemikirannya tidak bisa diremehkan, bahasa dan ucapannya menjadi unggulan dalam berdiskusi.

Rencana-rencana PANDAWA 5 ini, disamping sebagai kaum revolusioner Kampus, mereka juga ingin mengembangkan jiwa Wirausaha agar dalam segala sesuatu tidak terus-terusan membebankan orang tua.




Motto Kami di PANDAWA 5 adalah “Babarengan Nampilkeun Jati Diri sangakan nanjeur na jurtan jeung Jata di Bhuana “ . 
»»  Lihat Selengkapnya

Ragam Bahasa di Facebook


Menilik ragam bahasa di facebook membutuhkan suatu ketelitian. Karena ragam bahasa di facebook adalah ragam tulis yang kompleks. Akan tetapi itu bukan suatu kendala justru suatu wahana eksklusif untuk menelaah aspek kebahasaan dari media komunikasi elektronik.
Ragam bahasa diklasifikasikan ke dalam dua bagian yaitu ragam bahasa menurut jenis pemakainya dan ragam bahasa menurut golongan penuturnya. Ragam bahasa menurut jenis pemakainya lazim kita kenal dengan logat/dialek masyarakat yang mendiami suatu daerah semisal batak, jawa, sunda, bugis, betawi, dan lainnya. Sementara Ragam bahasa menurut golongan penutur bahasa terbagi lagi menjadi tiga bagian diantaranya, 1. Ragam bahasa menurut pendidikan formal; 2. Ragam bahasa menurut sikap penutur; dan 3. Ragam bahasa menurut sarananya atau lazim dibagi atas ragam lisan dan ragam tulisan. (Dalam “Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia edisi ketiga” 2008: 3, karangan Hasan Alwi, dkk).
Baik ragam bahasa menurut jenis pemakainya atau ragam bahasa menurt golongan penuturnya di facebook semuanya tersedia. Bahkan bahasa gaul pun berseliweran layaknya kendaraan bermotor di jalanan. Ragam bahasa itu ‘hidup’ saling ketergantungan satu sama lain. Dan kita tidak sadar bahwasanya ragam bahasa tulis di facebook itu menyajikan kekayaan bahasa yang kita miliki.
Hal ini dapat kita ketahui dari status yang di tulis facebooker yang hampir 80% dalam pengamatan saya menggunakan bahasa Indonesia dan sisanya menggunakan bahasa daerah atau bahasa Ibu. Jadi dalam hal ini kita tidak akan tahu kalau ternyata teman kita di facebook itu tinggal di Kalimantan, Aceh, Toraja, Papua, Bandung, Medan, dan lainnya, yang kesemuanya itu menggunakan bahasa Ibu sebagai alat komunikasi dalam kehidupan sehar-hari.
Lalu apakah ada yang unik dari ragam bahasa di facebook ini? Pastinya Ada, keunikan ragam bahasa ini kita tilik dari laman obrolan dan status yang ditulis oleh facebooker. Mengapa di laman obrolan? karena di laman obrolan ini facebooker tidak akan sadar bahwa komunikasi yang dilakukannya adalah komunikasi dalam ragam bahasa tulis. Sangkaan mereka, mereka sedang berbicara saja layaknya komunikasi dua arah yang saling berhadapan, sehingga tidak disadari pula dialek bahasa ibu keluar dalam bentuk ragam bahasa tulis. Misalnya, ketika saya ngobrol dengan sahabat dari Kalimantan. Dalam obrolan itu dia bertanya, “Ado apo Kang?” pertanyaan dia (sahabat saya) dengan kalimat seperti itu jelas kita bisa menebaknya kalau itu bukan ragam bahasa lisan bahasa Indonesia melainkan ragam bahasa lisan dengan sentuhan dialek melayu.
Nah, ketika sahabat saya bertanya demikian, ia hanya menyadari bahwa dia sedang berbicara face to face padahal dia lupa kalau sebenarnya dia sedang berkomunikasi dengan media ragam bahasa tulis. Contah lainnya, saya bertanya dalam bahasa Jawa pada sahabat saya yang asli suku jawa itu, padahal saya asli sunda. “Piye kabare Mas?” Tanya saya dan ia menjawab dengan jawaban yang mengagetkan “Alhamdulillah sae, samulihna?” atau ketika saya ditanya oleh sahabat yang tinggal di Maluku, “Kang, nuju naon? Kumaha kabarna salira, sae?”
Untuk contoh kedua ini tampak komunikasi yang sering dilakukan di facebook ternyata membuat orang terlatih untuk menguasai bahasa daerah lain, walaupun hanya sebatas bertanya kabar. Saya kemudian menyimpulkan bahwa ragam bahasa lisan mengalir dengan sendiri dalam ragam bahasa tulis di laman obrolan dalam facebook. Pengecualiannya hanya pada tidak adanya tatap muka sehingga logat penutur satu sama lain tidak terdengar. Tapi, dari rangkaian kalimat yang saya contohkan tadi seolah-olah satu sama lain penutur dan penerima berbahasa lisan dengan bantuan bantuan media fb itu tentunya.
Lalu bagaimana dengan ragam bahasa dalam tulisan status? Nah, untuk yang satu ini komunikasi yang terjalin hanya satu arah. Dalam artian tidak adanya komunikasi secara intens karena tulisan status terkadang dikomentari terkadang tidak. Terkadang komentar itu nyambung dengan tulisan status terkadang pula ngelantur. Yang pasti arah komunikasinya lebih cenderung ke karakteristik si penutur itu sendiri dalam menyampaikan perasaan, pesan atau topic tertentu. Semisal, “:: Huffft, gug ngerti ngaret sangat bis teh.”, “Hai dodol brengsek! Di blkang Gue ternyt lU bermain api.”, atau “Lieur”, dan sebagainya. Yang lebih menggambarkan suasana hati si penulisnya.
Dalam tulisan di status juga terjadi orientasi penulisan status yang disampaikan dalam media simbolis atau penyingkatan kata dan penulisan lambang angka yang diubah menjadi huruf. Semisal “468659khjhnie670593jkh57578mfkuuy-“ yang menurut si penulisnya ketika saya wawancara bahwa itu melambangkan pusing, bingung, sebel, tak menentu, dan sebagai dan sebagainya, sangat unik tapi rumit. Tapi ya, itulah ragam bahasa tulis di facebook. Sementara untuk penyingkatan kata sama halnya ketika di sms karena facebook sendiri dapat di unduh dari seluler.
Namun, di sisi lain banyak pula tulisan status yang sesuai dengan kaidah penulisan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Tulisan ini lahir dari orang-orang tertentu maksudnya yang paham apa itu bahasa tulis, selain pula orang itu tidak mau ribet dalam memandang bentuk tulisan.
Selain aspek tulisan tadi, motif menulis status itu juga beragam. Ada yang sekedar iseng, ada yang sekedar berbagi pengalaman, ada yang menggunakannya untuk media diskusi dan belajar, ada yang menyalurkan ekspresinya dan ada pula yang hanya sekedar melepas jenuh dengan mengatakan hal-ha yang menurutnya nikmat. Namun dari motifasi itu ternyata lahir keberagaman bahasa yang bisa dijadikan sebagai media pembelajaran.
Mengenai aspek pembelajaran ini, perlu diketahui untuk facebooker yang duduk di bangku sekolah apabila tidak ada control dari guru bahasa Indonesia menyoal tulisan status mereka maka seolah-olah bahasa Indonesia (ragam tulis) hanya dianggap sesuatu yang sifatnya main-main. Dan bila hal ini dibiarkan serta tidak diarahkan maka itu sama juga dengan mendukung pembentukan karekter si anak dan tentunya mengancam eksistensi bahasa Indonesia itu sendiri. Jadi guru bahasa Indonesia saya rasa perlu juga menguasai teknologi jangan sampai diakalin oleh muridnya sendiri dalam hal ini.
Terlepas dari itu semua, facebook adalah media alternative untuk belajar segala hal termasuk bahasa, disamping juga media komunikasi yang sangat efektif untuk berbagai kalangan. Tapi saya selaku masyarakat yang khawatir akan eksistensi bahasa Indonesia ingin mengajak pembaca sekalian (pendidik, pemerhati bahasa, mahasiswa, orang tua, dll) untuk menjadikan facebook ini sebagai sekolah yang mengajarkan pembinaan bahasa Indonesia, tidak hanya mengumbar tulisan yang berisi luapan perasaan “negative” semata.
***


*) Pa Kin  
»»  Lihat Selengkapnya

Jumat, 17 Mei 2013

"12 Juni" Bukanlah Hari Ulang Tahun Kabupaten Ciamis


Kabupaten Ciamis merupakan kelanjutan dari Kabupaten Galuh dan Kabupaten Galuh merupakan penerus Kerajaan Galuh. Sumber-sumber sejarah yang akurat menyatakan bahwa Kerajaan Galuh berdiri pada awal abad ke-7 Masehi, didirikan oleh Wretikandayun yang semula menjadi penguasa daerah Kendan (daerah Nagreg sekarang). Ia menjadi Raja Galuh pertama tahun 612-702.
            Eksistensi Kerajaan Galuh berlangsung dalam waktu sangat lama, hampir 10 abad. Pada masa pemerintahan Adipati Panaekan, Kerajaan Mataram yang diperintah oleh Sutawijaya alias Panembahan Senapati (1586-1601) melakukan invasi ke Galuh, sehingga Kerajaan Galuh jatuh ke dalam kekuasaan Mataram. Peristiwa itu terjadi pada tahun 1595. Kekuasaan Mataram atas Galuh makin kuat ketika Mataram diperintah oleh Sultan Agung (1613-1645). Pada awal pemerintahannya, Sultan Agung mengangkat Adipati Panaekan menjadi bupati vazal Mataram dengan kedudukan sebagai Wedana Bupati (bupati sebagai pemimpin kepala-kepala daerah setempat). Berarti sejak Adipati Panaekan menjadi Wedana Bupati, Kerajaan Galuh berubah statusnya menjadi Kabupaten Galuh.
            Adipati Panaekan menjadi Bupati Galuh sampai tahun 1625. Kedudukannya sebagai Bupati Galuh digantikan oleh putranya bernama Dipati Imbanagara yang berkedudukan di Garatengah (sekarang Cineam). Oleh karena itu, ibukota Kabupaten Galuh pindah dari Bojong Galuh ke Garatengah. Beberapa waktu kemudian Dipati Imbanagara memindahkan ibukota kabupaten ke Calingcing. Tidak lama kemudian, ibukota kabupaten pindah lagi ke Barunay (sekarang Imbanagara). Peristiwa yang disebut terakhir terjadi tanggal 14 Mulud tahun He (12 Juni 1642). Pada masa pemerintahan Bupati Raden Panji Aria Jayanagara, pengganti Dipati Imbanagara, wilayah Kabupaten Galuh bertambah luas akibat kabupaten-kabupaten di sekitar Galuh, seperti Kertabumi, Utama, Kawasen, Kawali, dan Panjalu, dihapuskan. Daerah-daerah itu masuk ke dalam wilayah Kabupaten Galuh.
            Kabupaten Galuh menjadi kabupaten vazal Mataram sampai Oktober 1705. Melalui perjanjian Mataram-Kompeni tanggal 5 Oktober 1705 wilayah Priangan Timur termasuk Galuh, juga Cirebon dikuasai oleh Kompeni, aparat VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie/Perusahaan Dagang Belanda di Hindia Timur).

PERUBAHAN NAMA KABUPATEN: Galuh Menjadi Ciamis
            Setelah kekuasaan Kompeni di Nusantara berakhir akibat VOC bangkrut (31 Desember 1799), di wilayah Nusantara berlangsung Pemerintahan Hindia Belanda dimulai oleh pemerintahan Gubernur Jenderal H.W. Daendels (1808-1811). Ia mengakui keberadaan kabupaten-kabupaten di Pulau Jawa. Dalam upaya menjalankan pemerintahan sentralistis, ia membagi Pulau Jawa menjadi 9 wilayah yang disebut prefectures (wilayah administratif setingkat keresidenan), dua di antaranya adalah Priangan dan Cirebon. Tiap wilayah diperintah oleh seorang prefect (residen). Daendels menggabungkan Kabupaten Galuh ke dalam wilayah Keresidenan Cirebon. Kondisi yang disebut terakhir berlangsung sampai tahun 1915.
            Berdasarkan besluit (surat keputusan) Gubernur Jenderal Hindia Belanda (A.F.W. Idenburg) tanggal 25 November 1915 No. 58, Kabupaten Galuh dikeluarkan dari wilayah Keresidenan Cirebon dan digabungkan ke dalam lingkungan Keresidenan Priangan Timur yang beribukota di Tasikmalaya. Waktu itu yang menjadi Bupati Galuh adalah R.A.A. Sastrawinata (1914-1936). Masih dalam tahun 1915 Bupati Galuh R.A.A. Sastrawinata mengubah nama kabupaten menjadi Kabupaten Ciamis. Perubahan itu juga ditetapkan dalam besluit tersebut di atas.

HARI JADI KABUPATEN CIAMIS
            Telah diketahui secara umum, khususnya oleh warga masyarakat Ciamis, sejak tahun 1972 tanggal yang ditetapkan sebagai Hari Jadi Kabupaten Ciamis adalah 12 Juni, mengacu pada peristiwa pindahnya ibukota Kabupaten Galuh dari Calingcing ke Barunay (sekarang Imbanagara) pada tanggal 14 Mulud tahun He (12 Juni 1642). Penetapan tanggal 12 Juni (1642) sebagai Hari Jadi Kabupaten Ciamis dituangkan dalam Surat Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ciamis tanggal 17 Mei 1972 Nomor:22/V/KPTS/DPRD/1972.
            Dari segi metodologi sejarah, penetapan tanggal tersebut sebagai Hari Jadi Kabupaten Ciamis, tidak rasional bahkan salah, karena tidak sesuai dengan konteks masalahnya. Tanggal 12 Juni 1642 bukan fakta berdirinya Kabupaten Galuh dan bukan pula fakta perubahan nama Kabupaten Galuh menjadi Kabupaten Ciamis. Dalam ilmu sejarah, hal itu merupakan kesalahan verifikasi (pembuktian) atau kesalahan interpretasi atas fakta yang diperoleh.
            Uraian latar belakang menunjukkan bahwa Kabupaten Galuh dibentuk oleh Sultan Agung Raja Mataram (1613-1645) pada awal pemerintahannya, ditandai oleh pengangkatan Adipati Panaekan menjadi Wedana Bupati Galuh. Eksistensi Kabupaten Galuh berlangsung sampai tahun 1915. Pada tahun itu nama kabupaten diubah menjadi Kabupaten Ciamis. Dengan demikian, Kabupaten Galuh merupakan cikal-bakal Kabupaten Ciamis.
            Berdasarkan metodologi sejarah, seharusnya kedua peristiwa tersebut dijadikan alternatif pilihan untuk menetapkan hari jadi Kabupaten Ciamis. Penjelasannya adalah sebagai berikut.
w  Alternatif I
    Bila Kabupaten Galuh sebagai cikal-bakal Kabupaten Ciamis dijadikan dasar,     maka hari jadi Kabupaten Ciamis seharusnya mengacu pada pembentukan atau            berdirinya Kabupaten Galuh. Seperti telah disebutkan, pembentukan Kabupaten        Galuh dilakukan oleh Sultan Agung Raja Mataram (1613-1645) pada awal     pemerintahannya, ditandai oleh pengangkatan Adipati Panaekan menjadi            Wedana Bupati Galuh. Pengangkatan seseorang oleh Raja Mataram menjadi            bupati biasanya dinyatakan dalam dokumen berupa piagem (piagam). Contoh,      pengangkatan Ki Wirawangsa menjadi Bupati Sukapura dengan gelar     Tumenggung Wiradadaha, dinyatakan dalam piagem bertanggal 9 Muharam     taun Jimakhir (26 Juli 1632). Mungkin piagem pengangkatan Adipati Panaekan    menjadi Wedana Bupati Galuh dibuat pada tahun 1613.
w  Alternatif II
    Bila perubahan nama Kabupaten Galuh menjadi Kabupaten Ciamis dijadikan     dasar, maka hari jadi Kabupaten Ciamis tentu harus mengacu pada tanggal      penetapan nama kabupaten, yaitu 25 November 1915.
            Seharusnya, kedua alternatif itulah yang menjadi dasar pilihan untuk menentukan tanggal yang tepat atau memadai sebagai Hari Jadi Kabupaten Ciamis. Bila alternatif I yang dipilih, tindaklanjutnya adalah mencari sumber-sumber akurat yang memuat informasi tanggal piagem pengangkatan Adipati Panaekan menjadi Wedana Bupati Galuh. Bila alternatif II yang dipilih, dari segi metodologi sejarah, tanggal 25 November 1915 memadai untuk dipilih dan ditetapkan sebagai Hari Jadi Kabupaten Ciamis.
            Alternatif mana yang harus dipilih, tergantung dari pertimbangannya. Berdasarkan penjelasan tersebut, saya merasa yakin para pembaca tulisan ini akan memahami kesalahan tanggal 12 Juni 1642 dianggap sebagai hari jadi Kabupaten Ciamis.


PENUTUP
            Fakta tentang pembentukan Kabupaten Galuh dan perubahan nama Kabupaten Galuh menjadi Kabupaten Ciamis adalah fakta kuat (hard facts), karena berasal dari sumber akurat. Berarti fakta itu validitasnya dapat dipertanggungjawabkan. Demi kebanaran atau objektivitas sejarah, kedua fakta itu harus diakui, meskipun fakta itu berasal dari pihak penjajah.
        Oleh karena itu, salah satu alternatif tersebut seharusnya dipilih sebagai dasar penetapan Hari Jadi Kabupaten Ciamis, karena – seperti telah disebutkan – 12 Juni 1642 bukan tanggal berdirinya Kabupaten Galuh dan bukan pula tanggal mulai adanya bentuk pemerintahan dengan nama Kabupaten Ciamis.
          Pendekatan dari lembaga pendidikan tinggi yang berorientasi pada studi sejarah ke DPRD Kabupaten Ciamis adalah penting, karena upaya secara individu seperti yang telah saya lakukan belum berhasil. Beberapa tahun yang lalu saya membuat tulisan berjudul ”Hari Jadi Kabupaten Ciamis dan Tasikmalaya Perlu Dikajiulang”. Tulisan itu dimuat dalam surat kabar Pikiran Rakyat dan Priangan. Namun tulisan itu tidak mendapat perhatian atau respon dari pihak DPRD/Pemda Kabupaten Ciamis. 
            Mengkaji atau menulis ulang sejarah, termasuk ”meluruskan” hari jadi kabupaten atau kota, bukan hal yang tabu, melainkan keharusan karena merupakan tuntutan metodologi sejarah, demi objektivitas sejarah. Bila tidak, salah kaprah yang berkepanjangan mengenai hal tersebut, berarti mewarisi generasi penerus dengan sejarah yang salah. Dalam hal inilah antara lain pentingnya kita memiliki kesadaran sejarah.

*) ditulis oleh bapak Prof. Sobana Hardjasaputra dan ditambahkan oleh irfan paturohman



SUMBER ACUAN

Encyclopaedie van Nederlandsch-Indie. 1919.
            2de druk, 3de deel. ’s-Gravenhage: Martinus Nijhoff.
Hardjasaputra, A. Sobana. 2002.
            Perubahan Sosial di Bandung 1808-1906. Disertasi. Depok: Program          Pascasarjana Fakultas Sastra UI.
--------. 2003.
Sejarah Galuh Abad ke-7 s.d. Pertengahan Abad ke-20. Bandung: Fakultas Sastra Unpad.
-------- dan Haris, Tawalinuddin (eds.). 2011.
            Cirebon Dalam Lima Zaman (Abad ke-15 hingga Pertengahan Abad ke-    20). Bandung: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat.
Sofiani, Yulia. 2012.
R.A.A. Kusumadiningrat & R.A.A. Kusumasubrata; Gaya Gidup Bupati-Bupati Galuh 1839-1914. Yogyakarta: Ombak.
Staatsblad van Nederlandsch Indie, 1915 No. 130. ANRI.
--------. 1915 No. 670. ANRI.
Tim Peneliti Sejarah Galuh. 1972.
            Galuh Ciamis dan Tinjauan Sejarah. Ciamis: tp.



»»  Lihat Selengkapnya